Bertaut
![]() |
| Ilustrasi: Freepik |
"Ayah berangkat kerja dulu yah," ucap Ayah berpamitan. Gadis kecil memeluk erat dan berpamitan dengan ayah nya, "Ayo berangkat sekolah nanti telat loh," sahut Ibu. Ia pun bergegas ke sekolah ojek langganan sudah menunggu didepan rumah. Hari nya sangat gembira, bertemu dengan teman-teman sebaya disekolah.
Sepulang sekolah dengan hati yang masih riang gembira ia ceritakan hari nya disekolah dengan Ibu nya, tertawa obrolan lelucon yang keluar dari mulut gadis kecil itu. Hari sudah mulai petang, "Bu, Ayah mana kok belum pulang ya?" tanya nya. Sang Ibu hanya merespon senyum kecil, "Sudah nanti Ayah juga pasti pulang kok." jawab Ibu. Hati nya seketika tenang mendengar jawaban dari Ibu.
Keesokan dipagi hari, "Bu, Ayah mana kok belum pulang juga?" tanya nya kebingungan karna Ayah tak kunjung pulang. "Ayo berangkat sekolah, bapak ojek nya sudah nungguin loh" sahut Ibu. Tetap tidak ada jawaban pasti dari Ibu, mengapa Ayah kerja lama sekali? Bahkan tidak pulang.
Tiga minggu sudah Ayah tak kunjung pulang, bagaimana bisa gadis kecil itu tidak menanyakan keadaan Ayah nya setiap hari dan menunggu di depan pintu rumah? Katanya anak perempuan itu pasti lebih dekat dengan Ayah karna figurnya yang tak akan pernah kehilang ikatan.
"Nak, sini ngobrol dulu sama Ayah," ucap Ayah.
"Nanti aja ya, Yah. Aku sibuk banyak tugas," cetus nya.
Selalu saja menghindar ketika Ayah mengajak berbicara, sudah terbiasa ada atau tidak Ayah dirumah rasanya sama saja. Ayah semakin lama, semakin menua menginginkan masa tua nya dihabiskan dengan anak-anaknya. Usaha Ayah untuk bisa dekat seperti saat masih kecil dengan dirinya, namun tetap saja menghindar. Baginya, Ayah memang sosok superhero. Namun ketidakhadiran Ayah saat pertumbuhan seorang anak membuat ada batasan antara dirinya dan Ayah.
Hingga suatu saat, ia mengetahui bahwa Ayah nya memiliki keluarga lain. Betul, keluarga lain. Nampak jelas foto keluarga dan deretan dari orang yang tak ia kenali, ada Ayah disana bergandeng tangan dengan wanita lain. Jelas itu bukan Ibu. Tangan gemetar, air mata mengalir deras, amarah memuncak begitu juga rasa sedih.
Bagaimana bisa merasa dibohongi selama ini? Hingga sudah dewasa seperti sekarang, ia baru mengetahui bahwa dunia nya memang sudah hancur sedari dulu. Selama ini Ayah sering tidak pulang ke rumah, ternyata memiliki rumah lain disana. 'Apakah ini adil? Aku sungguh menyayangi Ayah, tetapi mengapa Ayah menghancurkan ekspetasi terbesar dalam hidupku?' benak nya.
'Kenapa Ibu dan Ayah selama ini tidak pernah terbuka dengan keluarga baru Ayah disana?' tegas nya dengan air mata berlinang dipipi dihadapan orang tua nya yang sedang duduk di ruang tamu.
'Nak, kita obrolin dengan baik-baik yah' jawab Ibu dengan senyum tipis mengajak putri nya yang menangis tersendu-sendu ke dalam kamar. Ayah hanya terdiam membeku.
'Kenapa Ibu diam saja bahkan menerima dengan adanya keluarga lain disana?' tanya nya.
'Nak, tidak semua alur hidup itu bisa kita ubah sendiri. Dalam pernikahan ini, Ibu yakin ini pilihan terbaik Bapak untuk mempunyai dua keluarga. Bukan bermaksud Ibu membohongi kamu selama ini, Ibu rasa kamu belum cukup dewasa saat itu. Kita lah keluarga kedua Ayah, bukan mereka.' jawab Ibu tersenyum.
Tangis yang memecah itu seketika diam membeku, tak habis pikir ternyata keluarga ini adalah pilihan kedua Ayah nya. Seperti diterjang badai, kalut tak karuan. Jawaban Ibu membuat dia diam mematung.
Gadis kecil yang selalu menunggu pulang setiap hari didepan pintu rumah, bahkan tak banyak memori yang ia ingat kenangan bersama Ayah nya saat masih kecil. Bahkan, hal yang ia tak sadari album foto saat bayi juga tidak ada. Momen-momen penting didalam hidup nya, tidak ada sosok Ayah disana.
Pandangan saat mengetahui semua itu berubah semakin bersikap dingin, perasaan yang tidak pernah merindukan Ayah hati nya terasa seperti ada yang menghalangi. Namun jauh dari lubuk hati bahwa ia mencintainya, kekecewaan yang dia terima membuat tak nyaman ketika dekat bersama Ayah, jauh lebih bahagia jika ketidakhadiran sosoknya dirumah.
Seorang gadis kecil ini tanpa disadari sudah memahat rasa kecewa sejak dulu, saat ia benar-benar membutuhkan sosok dan figurnya. Figur seorang Ayah yang tak selalu ada menemani tumbuh kembang hingga beranjak dewasa seperti saat ini, namun tetap harus berusaha legowo menerima semua alur jalan hidup yang Tuhan berikan.

Tidak ada komentar: